Photo by @jejakjelata : Gerbang Tiongkok Kecil Heritage |
Hai Gaes,
Apa yang terbersit di pikiran kalian kalau mendengar nama Tiongkok Kecil Heritage? Tahukah kalian dimana letaknya? Yang jelas sih, bukan di Hongkong ya. LOL.
Tiongkok Kecil Heritage terletak di Lasem. Lasem merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Rembang. Rembang memang kota yang memiliki sejarah yang erat kaitannya dengan etnis Tionghoa di Indonesia. Beruntung banget beberapa waktu yang lalu aku bersama Mia bisa jalan-jalan ke Lasem. Selama dua hari satu malam, aku dan Mia mengunjungi beberapa tempat bersejarah, salah satunya Tiongkok Kecil Heritage yang baru saja selesai dipugar.
Ini pertama kalinya aku berkunjung ke Lasem. Biasanya sih, cuma lewat doang kalau sedang ada keperluan ke Surabaya. Dari sejarah yang pernah kubaca, Lasem dipercaya sebagai tempat etnis Tionghoa mendarat pertama kali di Indonesia. Kata Lasem berasal dari dialek Tiongkok Lak-sam yang artinya nomor 63. Konon katanya sebanyak 63 kapal armada Jung pernah diterpa badai dan terdampar di tempat yang kini kita kenal dengan nama Lasem. Itu sebabnya Lasem juga sering dijuluki sebagai Tiongkok Kecil.
Memiliki luas sekitar 45.04 km², Lasem memiliki banyak sekali bangunan-bangunan bersejarah, terutama yang berkaitan dengan budaya Tionghoa. Benar sih, karena ketika diajak berkeliling di sekitar Tiongkok kecil, banyak bangunan-bangunan tua yang masih tetap dipertahankan bentuk aslinya.
Meski mendapat julukan sebagai Tiongkok Kecil dan dikenal sebagai tempat pendaratan pertama etnis Tionghoa, Lasem memiliki masyarakat yang majemuk. Lasem juga dikenal sebagai kota santri karena di sana juga terdapat banyak pondok pesantren. Di sekitar Masjid Jami’ kita akan menemukan beberapa makam ulama yang berperan menyebarkan agama Islam di daerah pesisir Lasem dan sekitarnya.
Photo by @jejakjelata : Di depan pintu gerbang Tiongkok Heritage |
Balai Arkeologi Yogyakarta menyebutkan bahwa Lasem memiliki tak kurang dari 541 situs bersejarah. Banyak juga ya, gaes. Peninggalan pusaka arkeologi di Lasem berasal dari zaman prasejarah, klasik Hindu dan Budha, Islam, kolonial dan kemerdekaan. Bahkan penemuan kerangka manusia purba di Desa Leran dan Plawangan membuktikan bahwa peradaban Lasem telah berumur sangat tua.
Berhubung waktunya terbatas akhirnya aku dan Mia memutuskan untuk mampir sebentar di rumah tembok merah. Mumpung ada mas-mas yang mau nganterin, jadi sekalian lah dolan kesana. Bangunan peninggalan sejarah yang baru beberapa waktu lalu dipugar ini berlokasi di Karangturi, Lasem. Daerah Karangturi memang sebuah kawasan Pecinan dimana mayoritas penduduknya merupakan masyarakat etnis Tionghoa.
Photo by @jejakjelata : Tiongkok Kecil Heritage yang baru selesai dipugar |
Tidak sulit bagi aku dan Mia menemukan lokasi rumah merah. Rumah
bergaya Hindia dengan dua pilar besar di berandanya itu adalah milik
Rudy Hartono, seorang pengusaha asal Lasem. Rumah itu memiliki dua pintu
dengan pintu utama bergaya Cina terbuat dari kayu dan pintu lainnya
merupakan pintu besi bercat merah. Bangunan tersebut tampak klasik dan
megah. Hampir seluruh temboknya di cat warna merah menyala. Rudy Hartono
menamai bangunan ber cat itu dengan nama Tongkok Kecil Heritage.
Saat memasuki rumah merah “Tiongkok Kecil Heritage” itu nuansa Tionghoa terasa begitu kental. Terutama penggunaan warna merah dan kuning di hampir seluruh ruangan. Di beranda ada beberapa tempat duduk dan patung dewa berukuran besar. Ada semacam papan yang berisi gambar dan tulisan yang menceritakan sejarah dan perjalanan Tiongkok Kecil Heritage hingga akhirnya selesai dipugar.
Saat memasuki rumah merah “Tiongkok Kecil Heritage” itu nuansa Tionghoa terasa begitu kental. Terutama penggunaan warna merah dan kuning di hampir seluruh ruangan. Di beranda ada beberapa tempat duduk dan patung dewa berukuran besar. Ada semacam papan yang berisi gambar dan tulisan yang menceritakan sejarah dan perjalanan Tiongkok Kecil Heritage hingga akhirnya selesai dipugar.
Di ruangan berikutnya ada dua barongsai yang sengaja diletakkan di depan pintu masuk dan patung dewa berukuran besar. Sayangnya aku nggak tahu persis namanya. Menuju bagian belakang rumah merah, mataku langsung tertuju pada sumur bercat kuning menyala di sisi sebelah kiri bangunan. Sepertinya sumur itu juga sudah dipugar.
Sumur yang telah dipugar |
Di sisi kanan rumah merah ada sebuah bangunan ber cat putih yang difungsikan sebagai dapur dan semacam kafe. Pemilik rumah merah ini juga menyediakan beraneka souvenir berupa kaos, tas dari kain perca hingga batik khas Lasem. Harganya murah-murah kok. Aku aja beli tas kain perca seharga 15 ribu. Buat kenang-kenangan, hihi.
Rudy Hartono, sang pemilik rumah mengatakan bahwa rumah merah Tiongkok Kecil Heritage boleh dikunjungi oleh siapa saja. Dia juga mengizinkan rumah kunonya digunakan sebagai tempat untuk Festival Lasem dan Laseman yang digelar tahun lalu.
Rudy Hartono, sang pemilik rumah mengatakan bahwa rumah merah Tiongkok Kecil Heritage boleh dikunjungi oleh siapa saja. Dia juga mengizinkan rumah kunonya digunakan sebagai tempat untuk Festival Lasem dan Laseman yang digelar tahun lalu.
Nah, cerita lain yang aku dapat dari Lasem adalah tentang akulturasi budaya Belanda, China dan Jawa. Aku jadi belajar banyak tentang bagaimana harmonisasi masyarakat Tionghoa dan Jawa yang berjalan hingga kini. Mereka bisa hidup rukun berdampingan tanpa riak berarti sejak berabad-abad lalu.
Salah satu bukti nyata harmonisasi di sana adalah keberadaan patung Panji Margono, seorang tokoh dan pahlawan Lasem berdarah Jawa, di Kelenteng Gie Yong Bio, Lasem. Penghormatan ini jelas sangat luar biasa. Orang Tionghoa biasanya hanya memberi posisi istimewa kepada dewa atau leluhur mereka namun Panji Margono berhasil mendobrak garis batas dan dianggap menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas Tionghoa di Lasem. Menarik banget kan?
Salah satu bukti nyata harmonisasi di sana adalah keberadaan patung Panji Margono, seorang tokoh dan pahlawan Lasem berdarah Jawa, di Kelenteng Gie Yong Bio, Lasem. Penghormatan ini jelas sangat luar biasa. Orang Tionghoa biasanya hanya memberi posisi istimewa kepada dewa atau leluhur mereka namun Panji Margono berhasil mendobrak garis batas dan dianggap menjadi bagian tak terpisahkan dari komunitas Tionghoa di Lasem. Menarik banget kan?
Ayo dolan ke Lasem, gaes!
33 Komentar
Pas banget tahun depan ada rencana ke Jateng semoga bisa mampir ke tempat bersejarah ini. Thanks for sharing mba :)
BalasHapusWaah, boleh mampir ke sini mbak :)
HapusDuuh..cakep ya mbak.. Semoga bisa ke sana kapan-kapan.. Aamiin...
BalasHapusAamiin...pasti bisa mampir ke sana mbaak
HapusSeru juga ya tempatnya, padahal adanya di kota kecil tapi ternyata menyimpan banyak sejarah ya. Semoga kapan-kapan bisa mampir kesana.
BalasHapusSeru banget,dek. Ayo dolan ke Lasem
HapusBeberapa kali ada yang review tentang Lasem, saya jadi tertarik deh pengen ke sana. Siapa tau bakal kesengsem Lasem :)
BalasHapusSemoga suatu hari bisa ke Lasem Ma Chi, pasti bakalan kesengsem Lasem. Dijamin
HapusBelum pernah nih ke Lasem. Suka kalau ada akulturasi budaya seperti itu mba :)
BalasHapusBoleh lah, dijadwalkan untuk ke Lasem mbak Lida..hehe
HapusSerunya pengalaman mba. Suka deh sama penampakan sumurnya. Unik. Lucu. Semoga kapan kapan, aku dan suamiku berkesempatan untuk mengunjungi Lasem.
BalasHapusSumurnya keliatan mencolok dengan warna kuningnya, ya.
HapusAamiin, semoga dirimu dan suami bisa ke Lasem suatu hari
Salah satu yang menyenangkan ketika berkunjung di tempat yang sarat dengan budaya adalah kita masih bisa mendengarkan cerita-cerita sejarah tempat itu dan adat istiadat dari warga aslinya yang diwariskan secara turun temurun.
BalasHapusSalah satunya lasem yang sarat dengat sejarah budaya tiongkok
Iya Pai, jadi nggak sekedar jalan-jalan aja tapi ada cerita dan pengalaman juga yang kita dapatkan
HapusWah banyak sekali situs sejarah nya, dan yg aku suka itu banyak bangunan berwarna merah, karena merah warna kesukaan ku.... bulan depan main ke Lasem ah...
BalasHapusAyo Zain, ke Lasem bareng biar seru..hihi
HapusOh my GOD... Lasem.
BalasHapusSalah satu bucket list saya yang belum kesampaian. Tempo hari dapat kesempatan ke sana, tetapi karena berbarengan dengan trip ke Kalimantan terpaksa ditunda. Hiks.
Lasem memang menyimpan kepingan-kepingan cerita yang terserak ya, mbak. Erat hubungannya dengan kisah Laksamana Cheng Ho jika ditarik benang merahnya. Suka banget.
Kalau mau ke Lasem, boleh colek saya dong mbak... Biar ikutan bareng :)
Salam.
Boleh boleh...ayok, pasti seru kalo bisa ngetrip bareng
Hapusantik, kapan2 mampir sana ah
BalasHapusHarus mampir ke Lasem, nggak bakal kecewa
HapusSalah satu destinasi yg mmg sgt ingin kukunjungi...penasaran dgn kebesaran nama Lasem.
BalasHapusTp bkn lasem arang kan ya? LOL wekekkeke
Ayo kang, ngetrip ke Lasem bareng-bareng
HapusFoto tas percanya manaa.. aku penasaran sama souvenirnya
BalasHapusHaha...tas percanya ga kefoto nih mbak Ling
HapusLasem ini bukan kayak klenteng gitu ya mba??
BalasHapusAsyik jalan2 plus tahu sejarahnya gimana, aku paling susah buat nginget suatu2 sejarah sihh. Hehe
Pengen foto di gerbangnya. Kayak2 yg di korea (walaupun bukan korea, tapi ini cina)
Lasem itu kota yang budaya Cina nya cukup kental, dek. Ayo kapan main ke Lasem
HapusDuh Lasem, pengen ke sana belum sempat juga.
BalasHapusYang terkenal biasanya kopinya yo Mba Ika?
Apik ig ya bangunannya, kayak nggak di Indonesia
Kapn-kapan kesana Nyi bareng suami, hihi. Iya, biasanya ampas kopinya buat ngelukis di batang rokok
HapusBerasa di Tiongkok beneran ya mbak.. walaupun masih terbilang dekat dengan Semarang, tapi aku belum pernah ke sana *hiks
BalasHapusSelain Rumah Merah, ada beberapa tempat lagi yang pengen kukunjungi di Lasem..
Iya...kayak bukan di Indonesia. Aku juga belum puas. Masih pengen ke Lasem lagi, biar bisa mengeksplor lebih banyak tempat
HapusWah Lasem, tiap mau ke sana gagal terus. Baca ini jadi pengin ke sana beneran...
BalasHapusAyok ke Lasem bareng
HapusSekarang rumah ini jd penginapan mb. Per malam 300an klo belum naik. Tahun lalu aku nginep di sana. Haha cobain dehh klo ke sana nginep di rumah abang itu.
BalasHapus